Sinopsis |
Ilustrasi cerita ini berawal dari jaman Kolonial
Belanda yang membangun Irigasi Van der Wijck pada tahun
1909 di Kulon Progo, Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan lagi
pada era penjajahan Jepang hingga tahun 1945 - pada
jaman tahta Sri Sultan Hamengku Buwono IX (12 April 1912
- 2 Okt 1988). Saat penjajahan Jepang irigasi ini dikenal
dengan nama Kanal Yoshiro. Kini dikenal dengan selokan
Mataram. Di pinggir selokan ini juga berbagai aktifitas
d i l a ku ka n m a sya ra kat ya n g m e n g ga nt u n g ka n
kehidupannya untuk menggapai cita-cita juga cintanya.
Dalam novel ini memotret sosok mahasiswa di
Yogyakarta pada tahun 80an hingga 90an. Dengan
dibumbui aneka rupa kisah kegiatan masa kini dengan
segala keunikannya di pinggir selokan ini. Mereka berasal
dari keberagaman etnis dan budaya berkumpul untuk
mewarnai seraya merajut kisah kemudian membentuk
mozaik kehidupan. Akhirnya menjadi rangkaian kisah
terkini dari kumpulan kepingan pernak - pernik cerita
tempoe doeloe. Karena manusia merupakan makhluk sosial
dan dinamis, maka segala sesuatunya tak ada yang abadi.
Sejalan seperti yang dikatakan oleh filsuf Yunani
Herakleitos (540-475 SM). ”segala sesuatu akan berlalu dan
tak ada yang abadi”. Saat raga melepas jiwa, namun jiwa itu tetap abadi - hal itu menurut Filsuf Yunani Plato (427-347SM). Dalam novel ini menceritakan juga pertarungan
saat raga melepas jiwanya menjelang sakratul maut
menjemputnya. Melalui katharsis!
Pada sisi lain alam semesta (kosmos) sudah mengatur
semua ritme kehidupan, meskipun awalnya hanya berupa
sinyal, namun tetaplah tunduk pada kejadian alam walau
dianggap irrasional. Pertanda itu menjadi kenyataan bila
manusia memiliki kepekaan dan mengasahnya - sehingga
mampu menangkap isyarat alam untuk menjadikannya
pesan rasional.
Perhelatan tradisi serta perjuangan hidup
merupakan bagian untuk mengasah naluri - agar
terciptanya suatu etika melalui jembatan budaya. Karena
budaya merupakan embrio etika untuk menuju kepekaan.
Akhirnya bisa melaksanakan kehendak Sang Pencipta.
Tanpa etika dan kepekaan akan melahirkan manusia yang
tidak peduli. Manusia cuek. Tunarasa! |